Merthi Kutho, Masyarakat Berdaya Benahi Ruang Kota

merthi_e621eb

Penulis: Yoan Vallone (Aktifis sepeda Yogyakarta)

Jogjanews.com – Ruang publik merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia urban. Ruang ini menjadi penghubung utama berbagai interaksi manusia, masyarakat yang nyata setiap harinya. Ruang publik juga menjadi bagian penting yang membentuk karakter masyarakat sekaligus menjadi cerminan dari budaya di suatu wilayah.

Karakteristik ruang publik sebagai tempat interaksi warga masyarakat sangat penting dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kawasan perkotaan termasuk psikologi masyarakat. Ruang publik di Indonesia memiliki arti yang sangat penting dan strategis secara hukum yaitu dengan ditetapkannya Undang Undang No. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Oleh sebab itu, pengelolaan ruang publik yang ramah dan memadahi dengan berbagai pertimbangan di atas sudah semestinya menjadi salah satu kerja yang harus diprioritaskan oleh otoritas.

Integrasi fungsional ruang publik kota di kota Yogyakarta saat ini cenderung menghilang dan memudar. Perkembangan dan pembangunan ruang kota sudah membawa dampak besar pada spesialisasi fungsi ruang, dimana terjadi pemisahan hubungan simbolis dan fungsional dari lingkungan publik dan privat.

Ruang publik kota pun cenderung menjadi ruang residual yang digunakan untuk parkir kendaraan atau untuk kegiatan pariwisata dan perdagangan dan tak sedikit pula ruang publik kota yang dikomersialkan sehingga semakin memperburuk kondisi sosial psikologis masyakakat.

Gerakan Masyarakat berdaya yang menggusung isu pesepeda dan memakai simbol sepeda yang dilakukan sejak akhir Januari lalu sudah berusaha mengkritisi lambannya pemerintah kota untuk menyelesaikan persoalan tata ruang kota.

Gerakan masyarakat berdaya ini dimulai dengan perbaikan ruang tunggu dan fasilitas sepeda yang ‘dibiarkan’ oleh pemerintah kota sebagai berupaya untuk menggugah kesadaran warga tentang tata ruang kota yang semakin bobrok sekaligus menunjukkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat sendiri untuk memulai menjawab persoalan tersebut dengan cara-caranya saat otoritas berdiam diri.

Hasilnya, gerakan masyarakat berdaya ini bersambut dengan berbagai komunitas lain yang ternyata juga sudah lama menyoroti isu-isu tataruang kota seperti akses pejalan kaki, difabel, sampah lingkungan, sampah visual, privatisasi ruang publik serta carut-marutnya lalulintas.

Sebagai wujudnya kelompok-kelompok masyarakat tersebut bekerja bersama tidak lagi sendiri-sendiri ikut terlibat dan berpartisipasi untuk menyuarakan permasalahan ini dan dengan keberdayaannya mulai menjawab penyelesaian masalah ruang publik kota secara mandiri dengan cara-cara mereka melalui Merti Kutha, Masyarakat Berdaya Benahi Ruang Kota. Merti Kutha dilaksanakan pada hari Minggu 10 Februari 2013 mulai pukul 08.00.

Merti Kutha punya arti berbenah kota atau membersihkan kota. Dalam aksi ini masyarakat Jogja yang peduli akan ruang publik kota melakukan beberapa pembenahan diantaranya, pembuatan lajur sepeda di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman, pemasangan rambu untuk difabel di sepanjang Jalan P.Mangkubumi, pembersihan sampah visual dan sampah plastik yang tidak pada tempatnya.

[Sumber: Jogja News]

Leave a comment